TUGAS KE 8 KEPENTINGAN
PROFESIONAL DAN PUBLIK
1. KONSEP KEPENTINGAN PUBLIK
Konsep
kepentingan publik (public interest) merupakan suatu konsep yang cair.
Istilah kepentingan publik akan terus berubah sesuai dengan waktu dan kondisi
di setiap keadaan. Menjelaskan pengertian kepentingan publik atau kepentingan
umum bukanlah hal yang mudah. Perdebatan tentang definisi kepentingan publik
hingga saat ini belum berakhir dan tidak akan berakhir, seiring dengan tuntutan
perkembangan zaman.
Istilah public
interest merujuk pada kepentingan publik yang luas, bukan apa yang menjadi
perhatian publik. Hal ini berarti bahwa apa yang menjadi perhatian publik belum
tentu merupakan kepentingan publik. Begitu pula sebaliknya. Apa yang menjadi
kepentingan publik terkadang tidak menjadi perhatian publik, tetapi menjadi
perhatian individu yang peduli pada kepentingan publik. Menurut Bagir Manan (Kompas, 20 Juni 2005), kepentingan umum
adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya, tidak mensyaratkan
beban tertentu. Misalnya, pembuatan jembatan, yang orang bisa melewatinya tanpa
harus membayar, berbeda dengan jika masuk hotel yang harus membayar.
Pada
dasarnya, pemerintah dimungkinkan untuk mencabut hak milik pribadi demi
kepentingan umum. Ketentuan ini sudah lama ada, khususnya di Indonesia pernah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Bahkan, hampir seluruh negara
mempunyai peraturan seperti itu. (Kompas, 20 Juni 2005).
Di dalam
masyarakat terdapat banyak sekali kepentingan, baik perorangan maupun kelompok,
yang tidak terhitung jumlah dan jenisnya, yang harus dihormati dan dilindungi.
Oleh karena itu, wajarlah kalau setiap orang atau kelompok mengharapkan atau
menuntut kepentingan-kepentingannya itu dilindungi dan dipenuhi. Di sinilah
letak arti pentingnya peran pemerintah. Tindakan pemerintah harus ditujukan
kepada pelayanan umum, memperhatikan dan melindungi kepentingan orang banyak
(kepentingan publik), sehingga kepentingan publik merupakan kepentingan atau
urusan pemerintah.
Menurut
Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia, Nomor 55 Tahun 1993, pasal 1
ayat (3), yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah ”kepentingan seluruh
lapisan masyarakat”. Batasan ini sungguh sangat sederhana, karena hanya
dibatasi satu kriteria, maka cakupan pengertian kepentingan umum sangat luas.
Ini bisa dilihat dari banyaknya jenis kepentingan umum.
Menurut pasal
5 ayat (1) Keppres tersebut, kriteria kepentingan umum (dalam konteks pengadaan
tanah) adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki
Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Ada 14 bidang
kegiatan yang masuk katagori kepentingan umum.
Terdapat
perbedaan definisi/batasan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam pasal 1
ayat (3) dengan pasal 5 ayat (1). Batasan kepentingan umum sebagaimana diatur
dalam pasal 1 ayat (3), adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Di
sini tidak dibatasi, apakah kepentingan seluruh masyarakat tersebut untuk
mencari keuntungan atau tidak, tetap bisa dikategorikan sebagai kepentingan
umum. Begitu juga tidak dijelaskan, dalam konteks pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, apakah pembangunan tersebut harus dilakukan oleh Pemerintah
atau boleh juga dilakukan oleh pihak lain?
Ternyata
dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan ”kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum
adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki Pemerintah
serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan….”. Menurut penulis, ada dua
penjelasan batasan kepentingan umum dalam konteks pengadaan tanah. Pertama,
pembangunan tersebut boleh dilakukan oleh Pemerintah atau pihak lain, sepanjang
pada akhirnya dimiliki oleh Pemerintah. Kedua, kegiatan pembangunan tersebut
tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Makna
kepentingan umum dalam konteks pengadaan tanah sangat dimungkinkan lebih dari
14 jenis, karena dalam pasal 5 ayat (2) disebutkan ”kegiatan pembangunan untuk
kepentingan umum selain yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden”. Hal ini berarti rujukan untuk menetapkan apakah kegiatan
pembangunan itu termasuk kategori kepentingan umum atau bukan, tidak hanya
semata-mata ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, tetapi
juga bisa ditetapkan melalui Keputusan Presiden, yang secara khusus menyebut
jenis kegiatan pembangunan tertentu.
Batasan kepentingan
umum berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 berbeda lagi.
Kepentingan umum adalah ”kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat”.
Menurut penulis, batasan versi Perpres ini lebih rasional jika dibandingan
dengan batasan menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993. Fakta menunjukkan,
belum tentu semua masyarakat dapat menikmati hasil atau manfaat dari fasilitas
pembangunan yang dikategorikan sebagai kepentingan umum. Apalagi kalau lokus
pembangunan tersebut sangat jauh dan tidak mungkin terjangkau oleh sekelompok
masyarakat dari daerah tertentu.
Menurut
Perpres Nomor 36 Tahun 2005, ada 21 jenis kegiatan kepentingan umum (dalam
konteks pengadaan tanah) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Sayangnya
dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, bahwa jenis kepentingan umum dalam konteks pengadaan
tanah justru dipersempit dari 21 jenis menjadi hanya 7 jenis, yaitu:
a). Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di
atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air
minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi.
b). Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan
pengairan lainnya.
c). Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan
terminal.
d). Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul
penanggulangan banjir, lahar dan lain-lain bencana.
e). Tempat pembuangan sampah.
f). Cagar alam dan cagar budaya.
g). Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Contoh kasus, misalnya kegiatan
pembangunan rumah sakit akan mengalami kesulitan, ketika di suatu wilayah hanya
tersedia satu-satunya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah sakit.
Dari segi yuridis, rumah sakit tidak lagi termasuk kategori kepentingan umum,
sementara keberadaan rumah sakit sangat diharapkan oleh sebagian besar warga
masyarakat.
Hal semacam ini dapat menimbulkan
konflik kepentingan, kalau dalam perumusan arti kepentingan umum sendiri hanya
menyebutkan jenis dari kepentingan umum sendiri dan tidak menciptakan arti
kepentingan umum dengan definisi atau batasan yang jelas.
Mengelompokkan
sebuah kegiatan menjadi kepentingan umum bukanlah persoalan yang mudah dan
sederhana. Harus ada landasan teori yang kuat, sehingga kita tidak terjebak
bahwa kegiatan yang kita masukkan sebagai kepentingan umum, ternyata hanya
sebagai kepentingan kelompok, atau bahkan sebagai kepentingan individu.
2. MEMBANGUN KERJASAMA TIM
Pentingnya
kerjasama tim dalam organisasi adalah untuk mencapai tujuan dengan hasil yang
memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan bersama. Seorang pemimpin tim
mendapatkan banyak manfaat dari anggota lain dari tim, mempengaruhi,
membimbing, memberi inspirasi dimana semuanya dapat mempengaruhi motivasi para
anggota tim dalam menggunakan cara-cara positif. Jika pemimpin tidak dapat
membangun kerjasama tim yang baik, otomatis akan menghambat untuk mencapai
tujuan atau bahkan menghasilkan hasil kinerja yang tidak sesuai apa yang
diinginkan. Pemimpin tim yang efektif tidak hanya bicara saja tetapi mereka
juga menunjukkan, membenarkan, mendorong, dan mendesak setiap langkah. Kerjasama
tim yang baik akan berhasil diwujudkan dengan melakukan beberapa cara berikut:
A. Membangun kepercayaan dan saling
menghormati
Tim yang
terdiri dari beberapa orang sudah pasti mempunyai pendapat masing-masing yang
berbeda, sebagai tim harus bisa saling menghormati pendapat masing-masing serta
pemikiran yang lainnya. Dengan saling percaya dan saling menghormati yang kuat
akan mempermudah bekerja sama.
B. Sebagai Pemimpin harus dapat memfasilitasi
komunikasi diantara anggota tim
Dengan
dilakukannya komunikasi yang terbuka dan jujur akan membangun komunikasi yang
baik pula antara anggota tim bahkan dengan komunikasi yang terbuka dan jujur
kepada pemimpin juga akan meminimalisir kesalahpahaman yang akan terjadi.
Setiap orang yang ada dalam anggota tim berhak untuk mengekspresikan dirinya
dalam arti bebas untuk memberi opini atau solusi untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi oleh tim.
C. Menanamkan sikap saling memiliki / Sense
of belonging
Sikap saling
memiliki akan muncul dan akan semakin mendalam ketika sebuah tim sering
menghabiskan waktu bersama untuk mengembangkan norma. Dan sebaiknya seorang
pemimpin tim harus mengikut sertakan anggota tim nya dalam proses pengambilan
keputusan sebagai realisasi dari kerja sama tim bersama.
D. Pengkajian performa tim dan umpan balik
Pengkajian performa harus dilakukan
ulang setelah selesai kerjasama tim untuk melihat apakah sudah sesuai ekspetasi
dan apakah sudah sesuai dengan tujuan tim. Sebagai pemimpin juga sangat perlu
untuk memberikan umpan balik kepada anggota tim nya berupa diberikannya reward
(hadiah) dan intensif seperlunya untuk meningkatkan motivasi para anggota tim
agar kinerja nya semakin baik dan meningkat dimasa yang akan datang dan sebagai
bukti penghargaan atas kerja sama yang telah dilakukannya. Sehingga
anggota tim tidak melakukan kecurangan karena tidak diberikan penghargaan sama
sekali, hal tersebut akan menurunkan motivasi anggota tim.
Oleh karena itu, Pemimpin harus dapat
membuat sistem yang efektif dan efesien untuk mencegah dan meningkatkan kinerja
tim. Budaya yang baik sangat berpengaruhi untuk perkembangan karakter tim
dan kejayaan sebuah organisasi.
Dapat disimpulkan bahwa suksesnya sebuah
organisasi dalam mencapai tujuan adalah tergantung dengan kerjasama tim yang
ada dalam organisasi tersebut. Dan bagaimana seorang pemimpin membangun tim
menjadi tim yang solid untuk berkerjasama dan untuk mencapai tujuannya sesuai
ekspetasi dan sesuai visi misi organisasi.
3. PENYELESAIAN MASALAH KETEKNIKAN
Pendekatan penyelesaian masalah teknik
perlu dilakukan dengan cara yang bertahap dan berurutan. Langkah-langkah awal
bersifat kualitatif dan umum, dan langkah-langkah berikutnya lebih bersifat
kuantitatif dan spesifik. Langkah-langkah penyelesaian masalah adalah:
a.. Identifikasi Masalah
Agar masalah dapat diselesaikan,
pertama-tama perlu diidentifikasi terlebih dahulu apa sebenarnya esensi dari
masalah tersebut, agar langkah berikutnya tepat.
b. Sintesis
Sintesis adalah tahap proses kreatif dimana bagian-bagian
masalah yang terpecah dibentuk menjadi kesatuan yang menyeluruh. Disini
kreativitas sangat penting.
c. Analisis
Analisis adalah tahap dimana kesatuan
itu dipecah kembali menjadi bagian-bagiannya. Kebanyakan edukasi teknik akan
fokus pada tahap ini. Kunci dari analisis adalah menerjemahkan problem fisik
tersebut menjadil sebuah model matematika. Analisis menggunakan logika untuk
membedakan fakta dari opini, mendeteksi kesalahan, membuat keputusan yang
berdasarkan bukti, menyeleksi informasi yang relevan, mengidentifikasi
kekosongan dari informasi, dan mengenali hubungan antar bagian.
d. Aplikasi
Aplikasi adalah proses dimana informasi
yang cocok dan akurat didentifikasi untuk penerapan pada permasalahan yang
hendak dipecahkan.
e. Komprehensi
Yaitu tahap dimana teori yang sesuai dan
data yang berhasil dikumpulkan disatukan dalam sebuah rumus komprehensif yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah.
4.MENGELOLA KONFLIK
Manajemen konflik sangat berpengaruh
bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen
konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan
mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara
pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada
suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar
(di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah
informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak
ketiga.
Menurut Ross (1993), manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku)
para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980:220) menyatakan
bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota
merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen
konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif,
artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan
ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan
diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah
yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi
konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya),
menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan
peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan
melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai
partisipan atau pihak ketiga.
- Pengelolaan
Konflik
Konflik dapat
dicegah atau dikelola dengan:
• Disiplin
Mempertahankan
disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat
harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi.
Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
• Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat
dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi
dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi,
sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi.
• Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan
kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik
adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang
akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
•
Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik.
Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman
yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai
tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Teknik atau
Keahlian untuk Mengelola Konflik
• Pendekatan
dalam resolusi konflik tergantung pada :
• Konflik itu
sendiri
•
Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
• Keahlian
individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
• Pentingnya
isu yang menimbulkan konflik
•
Ketersediaan waktu dan tenaga
Metode untuk Menangani Konflik
Metode yang
sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi
konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik
salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan
terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini
sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan
membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut
bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga
hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami
konflik.
Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah
sebagai berikut :
1. Dominasi (Penekanan)
Metode-metode
dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan
konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut
menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah,
di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau
pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan
sikap bermusuhan muncul.
Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
a. Memaksa (Forcing)
Apabila orang
yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya
berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua
argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan
timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif
seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala
tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat
menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
b. Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus
membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan
cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya
ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk
mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi
dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka
metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan
bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan
yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
c. Menghindari (Avoidence)
Apabila
kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk
meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut
campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan
tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik,
merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan
(refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan
berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
d. Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk
menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak
menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota
menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi,
apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan,
maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami
frustrasi.
2. Penyelesaian secara integrative
Dengan
menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi
situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan
tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang
bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba
menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik
bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena
kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan
yang menimbulkan persoalan. . Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik
secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi
(Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate
goals) (Winardi, 1994 : 84- 89)
3. Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
5. SENI NEGOSIASI
Negosiasi harus dibekali dengan strategi
dan perencanaan terlebih dahulu. Strategi dan perencanaan efektif merupakan hal
paling penting dalam memperoleh tujuan negosiasi. Sayangnya tidak banyak
negosiator bersedia melakukan perencanaan strategi. Asumsi dasar mereka adalah
keterbatasan waktu dan tekanan yang membuat sulit untuk melakukan perencaanaan
secara efektif dan memadai. Meskipun perencanaan dalam strategi memainkan peran
penting dalam negosiasi. Negosiator umumnya gagal melakukan perencanaan efektif
karena beberapa alasan tertentu. Akan tetapi, perencanaan strategis
mengakomodasi negosiator dengan pemetaan yang mendampingi mereka dalam proses
menuju kesepakatan. Pemetaan tersebut bersifat fleksibel dengan berbagai update
dan modifikasi yang diperlukan dikarenakan lingkungan kinerja negosiasi berubah
secara dinamis.
Akan tetapi, negosiator yang secara
hati-hati melakukan perencanaan strategis melakukan pemahaman terhadap kunci
isu-isu, merangkai semua isu-isu dan memahami kompleksitas faktor-faktor dalam
penentuan posisi tawar (bargaining). Jika negosiatior telah memahami setiap
faktor tersebut di atas maka mereka akan mengetahui langakah-langkah yang mesti
dilalui dalam negosiasi supaya mereka memperoleh arah yang jelas. Tentu saja
upaya ini berpengaruh besar dalam menentukan hasil akhir negosiasi. Salah satu
tahap dalam mengembangkan dan melakukan strategi negosiasi adalah menentukan
sasarannya. Negosiator mesti mengantisipasi sasaran-sasaran seperti apa yang
ingin mereka capai dalam suatu negosiasi dan memfokuskan bagaimana ntuk
mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dalam
membangun dan membina kelanggengan networking, diperlukan kemampuan seorang
negosiator. Hal ini disebabkan karena dalam relasi terdapat 4 (empat) pilihan,
antara lain : menghindar, terbuka responsif, asertif persuasif, dan agresif
konfrontatif. Dalam negosiasi sendiri diperlukan upaya agar relasi yang ada
tidak melenceng atau keluar dari terbuka responsif dan asertif persuasif. Jika
keluar dari asertif persuasif maka relasi tidak akan pernah bisa dibangun
karena masing-masing pihak akan saling menghindar sehingga substansinya tidak
pernah tersentuh, sedangkan jika keluar dari asertif persuasif maka relasi juga
tidak bisa terbangun karena akan terjadi konfrontasi atau pertikaian dari
masing-masing pihak. Untuk itu dalam negosiasi diperlukan 7 (tujuh) prinsip
negosiasi, yakni :
a.
Negosiasi harus memiliki struktur. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
pengaturan jalannya negosiasi. Tanpa dibentuk struktur yang dibentuk terlebih
dahulu dan disepakati bersama negosiasi tidak akan berjalan, karena
masing-masing pihak akan berusaha melakukan tindakan sesuai dengan keinginannya.
b.
Struktur negosiasi akan menentukan strategi Dengan adanya struktur yang jelas,
maka akan lebih jelas strategi yang akan diambil dalam negosiasi.
c.
Struktur bisa dibentuk Pembentukan struktur merupakan sebuah hal yang bisa
dilakukan dengan memperhatikan pola-pola relasi yang sudah ada sebelumnya
termasuk di dalamnya pola-pola kekuasaan yang melingkupinya.
d.
Sumber kekuasaan dalam negosiasi adalah kontrol terhadap proses Untuk dapat
mempengaruhi jalannya negosiasi sehingga tujuan akan bisa diperoleh maka
seorang negosiator haruslah mampu mempengaruhi jalannya proses.
e.
Proses dapat diarahkan Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa mengontrol
proses dalam negosiasi merupakan hal yang sangat penting dalam negosiasi. Namun
hal yang perlu diperhatikan dalam hal tersebut adalah : proses dapat diarahkan
dengan cara memperkuat relasi dan pengaruh dalam semua tahap negosiasi.
f.
Negosiator adalah pembelajar Hal ini merupakan hal yang sangat penting karena
jika seorang negosiator tidak mau memperhatikan, mempelajari, dan memahami
keadaan serta perubahan yang terjadi di sekelilingnya, maka negosiasi yang
dilakukannya akan selalu gagal.
g. Negosiator adalah peminpin Sebagaimana point-point sebelumnya maka seorang
negosiatior haruslah mampu memimpin dengan baik. Karena tingkat kepemimpinan
akan juga berpengaruh kepada derajat kepercayaan orang lainnya.